Presiden KSPI sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, mengecam keras kesepakatan itu. “Bagaimana mungkin data pribadi rakyat diserahkan ke negara asing tanpa seizin pemiliknya? Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/7).
Ancam Aksi Nasional
KSPI bersama jaringan serikat buruh nasional mengancam akan menggelar aksi besar-besaran di seluruh Indonesia bila pemerintah tidak segera mencabut kesepakatan tersebut. Menurut Iqbal, data buruh—sebagai kelompok rentan—tidak boleh dipertaruhkan demi kepentingan dagang asing.
Iqbal juga menyinggung ketimpangan perdagangan antara Indonesia dan AS.
“Tarif barang Indonesia ke AS bisa mencapai 19 persen, sementara barang dari AS bebas masuk. Sekarang, ditambah data pribadi kami dijual. Ini penjajahan gaya baru: neoliberalisme berkedok perdagangan,” ucapnya.
Penjelasan Pemerintah
Di tengah kemarahan publik, pemerintah membantah tuduhan menyerahkan data pribadi secara bebas. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa data yang dimaksud hanya terkait perdagangan barang berisiko ganda, seperti gliserol sawit yang bisa digunakan untuk pupuk maupun bahan peledak.(Red)
Social Footer